Rabu, 17 Juni 2020

Kebanggaan Memiliki Ideologi Nasionalisme: Mengenal Secarik Rasa dan Asa Nasionalisme dari Film “Trilogi Merdeka


Hallo Edufriend!. Sudahkah kamu menonton film “Trilogi Merah Putih” atau “Trilogi Merdeka”? Film yang mengambarkan betapa hebatnya perjuangan bangsa Indonesia pada masa itu, telah dituliskan dalam sebuah esai, loh! Yuk simak tulisan esai berikut ini.


Kebanggaan Memiliki Ideologi Nasionalisme :
Mengenal Secarik Rasa dan Asa Nasionalisme dari Film “Trilogi Merdeka”
oleh: Tegar Hidayatulloh




Film “Trilogi Merah Putih” atau “Trilogi Merdeka” merupakan sekuel film yang mengambil tema perjuangan rakyat Indonesia (saat itu dikenal dengan sebutan pribumi) dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia pasca proklamasi (1946-1949). Film ini juga dinobatkan sebagai trilogi film perjuangan pertama di Indonesia. Hal tersebut membuat saya tertarik untuk mencoba mengkaji film Trilogi Merdeka lewat pengalaman saya menonton film ini dan mengaitkannya dengan salah satu kajian sastra, yaitu kajian ideologi. Rasa berjuang dan rasa ingin mempertahankan ini adalah salah satu syarat penting dalam ideologi Nasionalisme karena rasa nasionalisme seseorang timbul dari rasa ingin berjuang dan ingin mempertahankan itu sendiri. Saya akan sedikit menceritakan terlebih dahulu tentang Trilogi Merdeka sebelum mengaitkannya dengan kajian Ideologi.
Merah Putih merupakan film drama fiksi historis Indonesia yang dirilis tahun 2009 dan menjadi bagian pertama dari rangkaian film "Trilogi Merdeka" atau “Trilogi Merah Putih”. Film ini disutradarai oleh Yadi Sugandi dan dirilis dengan semboyan "Untuk merdeka mereka bersatu". Film ini dibintangi antara lain oleh Lukman Sardi, Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Zumi Zola, Teuku Rifnu Wikana, Rahayu Saraswati, Rudy Wowor, dan Astri Nurdin. Film Merah Putih berkisah tentang perjuangan melawan tentara Belanda pada tahun 1947. Amir (Lukman Sardi), Tomas (Donny Alamsyah), Dayan (Teuku Rifnu),Soerono (Zumi Zola), dan Marius (Darius Sinathrya) adalah lima kadet yang mengikuti latihan militer di sebuah Barak Bantir di Semarang, Jawa Tengah. Masing-masing mempunyai latar belakang, suku, dan agama yang berbeda. Suatu ketika, kamp tempat mereka berlatih diserang tentara Belanda. Seluruh kadet kecuali Amir, Tomas, Dayan dan Marius terbunuh. Mereka yang berhasil lolos, bergabung dalam pasukan gerilya di pedalaman Jawa. Di sana,mereka menemukan strategi terbaik untuk mengalahkan banyak pasukan Belanda hanya dengan mengandalkan peralatan perang seadanya, sedikit pasukan tempur, dan perbukitan sebagai tameng pertahanan sekaligus serangan.
Yang kedua ada Darah Garuda atau Merah Putih II, film drama fiksi historis Indonesia yang dirilis tahun 2010 dan merupakan bagian kedua dari rangkaian film "Trilogi Merdeka" atau “Trilogi Merah Putih”. Film ini juga disutradarai oleh Yadi Sugandi dengan bantuan Conor Allyn. Film Darah Garuda berkisah mengenai sekelompok kadet heroik yang bergerilya di pulau Jawa pada tahun 1947. Terpecah oleh rahasia-rahasia mereka pada masa lalu, dan konflik yang tajam dalam hal kepribadian, kelas sosial dan agama, keempat lelaki muda bersatu untuk melancarkan sebuah serangan nekat terhadap kamp tawanan milik Belanda, demi menyelamatkan para perempuan yang mereka cintai. Para kadet ini terhubung dengan kantor pusat Jendral Sudirman di mana mereka diberi sebuah tugas sangat rahasia di belakang garis musuh di Jawa Barat, sebuah serangan dengan gaya komando pada lapangan udara vital yang dapat membalikkan perlawanan para pemberontak melawan kezaliman lewat udara yang telah dilakukan Jendral Van Mook pada Agustus 1947. Menembus dalam ke hutan, mereka bertemu dengan kelompok lain dari separatis Islam, juga menemukan sekutu baru, bahkan ada orang yang potensial berkhianat menjadi mata-mata kolonial dan musuh lama yang bertanggung jawab atas intelijen Belanda. Para Kadet terkepung saat mencoba bergerilya di lapangan udara milik Belanda, baik oleh musuh dari luar maupun dari dalam. Oleh karena para pahlawan yang terus bersatu dan saling percaya, mereka berani mati dan berjuang demi mengejar satu tujuan, yaitu mempertahankan kemerdekaan.
Yang terakhir ada “Hati Merdeka” atau “Merah Putih III”, film drama fiksi historis Indonesia yang dirilis tahun 2011 ini merupakan bagian ketiga dari rangkaian film "Trilogi Merdeka" atau “Trilogi Merah Putih”. Film ini lagi-lagi disutradarai oleh Yadi Sugandi dan Conor Allyn. Film ini berawal dari misi yang berakhir sukses namun tragis karena pasukan dari pihak Indonesia kehilangan seorang pemuda yang tergabung dalam barisan pasukan terbaik Jendral Sudirman bernama Budi yang memilih mati di tangan Belanda saat ia tertangkap basah oleh Belanda. Kesetiaan pasukan ini kembali diuji dengan mundurnya pimpinan mereka, Amir dari Angkatan Darat. Tanpa pemimpin dan dengan dirundung kesedihan karena kehilangan mereka, para kadet membawa dendam mereka dalam perjalanan misi mereka ke Bali, tempat Dayan yang kini bisu berasal untuk membalas dendam kepada Belanda. Mereka dikirim ke Bali untuk membunuh Kolonel Raymer (Michael Bell, aktor berbakat dari Inggris yang meninggal April lalu), yang telah membunuh keluarga Tomas di awal trilogi ini. Tomas telah dipilih sebagai pemimpin baru dari pasukan kadet ini. Dalam perjalanan ke Bali, para kadet harus mengahadapi banyak hadangan dari tentara Belanda, salah satunya menghadapi kapal perang Belanda dengan meriamnya di Lautan. Sesampainya di Bali, kelompok ini menyelamatkan Dayu (Ranggani Puspandya) dari kekejaman kelompok milisi KNIL Kolonel Raymer, tetapi Mariyus hampir mati terbunuh saat mencoba membantu menolong Dayu karena ditikam senjata tajam dari belakang oleh salah satu pasukan Belanda. Saat teman mereka sedang berjuang antara hidup dan mati, pasukan kadet ini bertemu dengan pemimpin pemberontak bawah tanah Wayan Suta (Nugie). Tomas sempat bentrok dengan pimpinan mereka terdahulu (Amir) saat mereka merencanakan serangan bersama Wayan Suta  untuk melawan milisi Raymer karena Amir yang sempat mundur sebagai perwira dan digantikan oleh Tomas tiba-tiba muncul di hadapan Tomas sambil berkata kalau dia akan ikut berperang dan kembali menjadi perwira demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia di daerah Bali. Perang tersebut pun akhirnya tak terelakkan, perang yang dilangsungkan di Desa Marga, Bali ini menciptakan dua hal, yang pertama: kemenangan telak Indonesia atas Belanda dan yang kedua: perang sampai titik darah penghabisan dengan bukti banyaknya korban meninggal dari pihak Indonesia. Perang itu pun kini diabadikan dengan sebutan “Puputan Margarana” yang artinya “Perang sampai titik darah penghabisan di desa Marga”. Itu adalah cerita singkat yang cukup panjang, setelah anda membaca ringkasan film Trilogi Merdeka, pasti anda langsung sependapat dengan saya bahwa film tersebut sangat erat kaitannya dengan ideologi nasionalisme.
Mungkin bukan hanya saya, tapi anda juga, atau bahkan siapapun pasti pernah ada di titik saat kita pertama kali merasakan tumbuhnya rasa nasionalisme, rasa cinta itu timbul karena rasa ingin berjuang dan ingin mempertahankan yang menggebu-gebu terhadap Indonesia, terhadap Nusantara, terhadap tanah air, terhadap negara, terhadap tempat di mana kita lahir, hidup, dan mati. Rasa tersebut akan terus berkembang seiring berjalannya waktu. Saya kira film ini sangat senada dalam menggambarkan rasa nasionalisme saya, Saya ingat betapa kuatnya tekad para perwira, para penduduk, para pecinta damai, para pengagum negeri, dan para-para lainnya  yang menginginkan kemerdekaan tetap bertahan, ketentraman negeri tetap terjalankan, dan negeri Indonesia tetap terdirikan. Jadi film ini seperti mengingatkan saya pada momen itu, saat semua elemen pribumi bersatu demi mengusir penjajah agar Indonesia tetap merdeka. Bahkan, film ini pun seakan-akan mengajarkan saya, betapa pentingnya menumbuhkan rasa Nasionalisme dalam diri, Bagaimana saya bersikap dalam menjunjung tinggi negara dengan rasa cinta.
Ketika kita terciprat pertanyaan, bagaimana kita bisa menumbuhkan rasa nasionalisme dalam diri kita? Bagaimana kita bisa membubuhkan ideologi nasionalisme pada diri kita? Apakah hanya perlu menonton film Trilogi Merdeka? Jawabannya adalah bisa jadi, dan bisa tidak. Mengapa? Karena menumbuhkan rasa nasionalisme untuk dapat menganut ideologi nasionalisme tidak melulu karena satu hal saja, tetapi bisa dilakukan juga dengan hal lain. Misal saya terpecik rasa nasionalisme saya karena menonton film Trilogi Merdeka, tetapi rasa nasionalisme dalam diri saya ini juga dapat terlecut dengan pergi ke museum-museum sejarah Indonesia, membaca buku sejarah Indonesia, atau hal-hal yang terkait karenanya. Kembali menilik tentang film ini, kalau kita coba rasakan dengan sangat menghayati, kita juga akan seperti merasakan hal yang sama dengan yang dirasakan para pejuang dalam film tersebut. Ketika mereka berperang dengan semangat membara melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, kita juga seperti merasakan semangat membaranya mereka, ketika mereka berduka saat menyaksikan banyak teman-teman mereka yang gugur dalam medan perang, kita juga seperti merasa bahwa kita juga berduka atas kepergian atau gugurnya para pejuang. Ketika mereka berhasil mengesampingkan perbedaan suku, ras, ataupun agama, dan lebih mengedepankan rasa toleransi untuk dapat bersatu dalam satu kesatuan negara Indonesia, kita juga jadi lebih sadar bahwa rasa toleransi itu penting dalam menyikapi perbedaan, saling menghargai perbedaan itu penting demi terciptanya persatuan yang sangat diidam-idamkan.
Secara keseluruhan, film Trilogi Merdeka memang menarik minat penonton dalam menggugah rasa nasionalisme si penonton. Apalagi ketika kita mencoba mengamati film ini, di mana film ini berkisah tentang petualangan empat pemuda putera bangsa dari beragam identitas (suku/agama berbeda), yang memiliki jiwa serta semangat berkobar melawan penjajah demi bertahannya kemerdekaan Indonesia. Pengembangan karakter dari keempatnya disajikan secara perlahan dalam trilogi film tersebut, melalui kilas balik masa lalunya dengan kisah yang berbeda-beda. Namun ada satu kesamaan dari banyaknya perbedaan tersebut, yaitu masa lalu kelam yang sama-sama mereka alami membuat mereka mengerti bahwa mereka merasakan rasa sakit yang sama dan membuat mereka jadi memiliki impian yang sama lewat rasa sakit tersebut. Hal ini juga yang membuat kita akhirnya semakin mengerti akan kondisi rumit sisi manusiawi terhadap keberagaman bangsa Indonesia, bahwa kita saling terhubung, bahwa kita memiliki rasa sakit yang sama dan impian yang sama. Jadi film Trilogi Merdeka pantas untuk dinikmati sebagai sebuah media pengingat akan film perang kemerdekaan sekaligus media untuk menumbuhkan rasa nasionalisme.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, kita seharusnya semakin yakin bahwa film Trilogi Merdeka atau Trilogi Merah Putih memperlihatkan alur yang senada sekaligus berkesinambungan dengan rasa nasionalisme seseorang. Film seakan-akan selalu mengajarkan kita bahwa mencintai tanah air itu adalah suatu keharusan sebagai hubungan timbal balik antara kita dan tanah air. Menonton Film Trilogi Merdeka dapat membuat seseorang menjadi sosok yang nasionalis dan membuatnya berideologi nasionalisme, atau seseorang yang memilki pandangan nasionalisme akan semakin tergerak hati dan rasa kecintaannya saat maupun setelah menonton film Trilogi Merdeka.
Tetapi, apakah benar ideologi nasionalisme seseorang itu tercipta semata-mata karena mengembangnya rasa nasionalisme seseorang? Apa benar suatu film tentang nasionalitas dapat membuat seseorang menjadi nasionalis sekaligus menjadi pribadi yang berideologi nasionalisme? Saya pun saat ini masih memikirkan teknik-teknik yang pas untuk menganalisa dan memecahkan itu semua, tentang ideologi nasionalisme, tentang rasa nasionalis, dan tentang kenasionalitasan seseorang. Ya, semua itu masih saya pikirkan. Yang jelas, saya merasa sangat senang karena bisa dalam mencoba membongkar rasa nasionalis yang terkandung dalam film Trilogi Merdeka dan mengaitkannya dengan ideologi nasionalisme. Ternyata hal tersebut memang memiliki keterkaitan dengan konsep saling mempengaruhi atau sebab-akibat.

2 komentar:

  1. Keren banget kak, saya jadi tertarik untuk mengikuti sastra

    BalasHapus
  2. Wahhh menarik banget kak, kerenn

    BalasHapus

Contact

Talk to us

Badan Penyelenggara Radio Siaran Educational Radio

Address:

Universitas Negeri JakartaGedung G Lantai 1 Ruang 101

Work Time:

Monday - Friday from 8am to 8pm

Phone:

0899-2107-7878