"Bangsa
yang berkarakter adalah bangsa yang kelak mampu bertahan dalam berputarnya masa"
Karakter adalah pembawaan diri
sejak seseorang dilahirkan ke dunia, kaitannya dengan etika, moral, sikap,
perilaku hingga hal tersebut membuat seorang yang satu berbeda dengan seorang
yang lainnya. Karakter yang tertanam dalam diri seseorang kelak yang akan
membawa diri dalam kehidupan bermasyarakat. Kelak akan menjadi cerminan dalam
menjalani kehidupan sehari-hari. Karenanya, karakter tak hanya bicara soal ciri
atau jati diri. Melainkan perilaku pada setiap individu. Karakter tidak serta
merta terbentuk begitu saja. Pembentukan karakter dimulai sejak seseorang
berada pada usia dini dimana tahap prepatory stage dimulai. Dimana usia anak
dibawah sepuluh tahun pun sudah dapat belajar meniru apa yang ada di sekitarnya
kendati belum memahami sesungguhnya apa yang ia tirukan. Apa yang seorang anak
peroleh sejak kecil, itulah yang akan tertanam hingga kelak ia dewasa. Tak
heran bahwa mendidik anak berkarakter sedari dini merupakan investasi besar di
masa depan.
Karakter selalu bertaut dengan apa
yang kita sebut pendidikan. Ya, karena lewat pendidikan itulah karakter
ditransformasikan. Pendidikan karakter berbicara bagaimana mendidik siswa
menjadi manusia yang berkarakter yakni manusia pancasila sesuai dengan ideologi
bangsa kita, Indonesia. Tentu ini merupakan cita -cita luhur bangsa dimana kita
menginginkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter dan maju.
Cita-cita hanyalah asa. Bagai pungguk rindu akan rembulan. Cita-cita itu
rasanya masih enggan atau terlampau jauh untuk kita gapai. Manusia pancasila
seolah menjadi jargon semata. Buka mata dan kita bisa lihat fakta berbicara.
Karakter bangsa seolah hilang dalam diri setiap rakyat Indonesia. Indonesia
memang kaya akan manusia yang pintar atau bahkan jenius. Namun, Indonesia
miskin manusia intelek yang berkarakter. Politikus yang pandai berorasi namun
tak memiliki rasa kemanusiaan terhadap sesama yang kelaparan. Pemerintah yang
tanpa dosa memakan jerih payah uang rakyat demi menenggak kekuasaan. Guru yang mengaku
sarjana berkualitas seakan mengajar tanpa hati. Generasi muda yang rajin
menyontek, bolos, atau bahkan terlibat narkoba. Sungguh memilukan. Namun, beginilah
potret pendidikan karakter bangsa masa kini.
Dari hulu hingga hilir. Semua terlihat
carut marut. Pendidikan karakter dianggap sesuatu yang tak lebih penting dari
pendidikan kognitif yang hanya mementingkan kecerdasan otak tanpa menaruh
perhatian pada kecerdasan emosional. Tak ayal jika pendidikan Indonesia hanya memproduksi
manusia robot. Padahal yang perlu kita tahu adalah kecerdasan emosional berpengaruh
80% terhadap kesuksesan seseorang. Kecerdasan emosional ini berkaitan dengan
karakter dalam diri seseorang. Bagaimana ia mampu beretika dengan sopan dan
santun, jujur, disiplin, bertanggung jawab, peduli, dan lainnya. Nilai nilai
yang ada dalam pendidikan karakter harus diintegrasikan dalam diri setiap
siswa. Tak hanya sekolah yang harus mendidik siswa. Namun, yang paling utama
adalah penerapan pendidikan karakter dalam keluarga. Dimana keluarga merupakan
lingkungan pertama sang anak memperoleh pendidikan. Para stakeholder dari unit
terkecil yakni keluarga hingga unit terbesar yakni negara harus mampu bekerja
sama dalam membangun pendidikan karakter. Semua pihak harus memiliki kesadaran
bahwa pendidikan karakter harus dimulai sedari dini, bukan hanya saat sang anak
menginjak bangku sekolah. Sehingga, ketika nilai sudah tertanam kuat, sekolah
sebagai tahap lanjutan untuk sang anak
mengembangkan diri dan mengaplikasikan karakter baik yang ada dalam diri.
Kita harus mengingat bahwa generasi
muda ialah mereka yang kelak membawa masa depan Indonesia. Dalam genggaman
merekalah Indonesia akan mampu meraih kejayaan atau justru semakin terpuruk. Di
atas pundak mereka, Indonesia mampu menjadi bangsa yang madani atau negeri yang
selalu dirundung korupsi. Ilmu tanpa budi bagai kapal tanpa nahkoda. Bagaikan
berjalan dengan mata tertutup. Takkan mengerti mana yang baik dan mana yang
buruk. Begitu pun berbudi tanpa ilmu hanya akan menjadi manusia yang dijajah
oleh masa. Akalnya akan searasa sempit.
Karenanya, kedua hal harus seimbang agar menjadi manusia cerdas nan
berkarakter. Negara yang maju berasal dari masyarakatnya yang berkarakter dan
cerdas. Masyarakat demikian berasal dari individu-individu yang berkualitas. Cerminan
diri adalah cerminan bangsa. Miniatur tiap keluarga merupakan refleksi miniatur
negara. Mulai pada diri sendiri, keluarga dan lingkungan. Tak ada kata
terlambat untuk berbenah. Sekarang, untuk Indonesia yang lebih baik!
Tita
Desyara
Pendidikan
Bahasa Inggris 2015
0 komentar:
Posting Komentar