Selasa, 31 Maret 2015

Yuk Nonton Teater! (Kata UNJ edisi IX)

               Pementasan teater sangat kurang diminati oleh masyarakat indonesia, dengan alasan harga tiket yang mahal dan pementasan yang rata-rata malam dilaksanakannya. Masyarakat malah lebih menarik minat pada film yang diputar di bioskop dan tidak bisa dipungkiri memang harga tiket film di bioskop terkesan lebih murah dibanding dengan harga tiket pada pementasan teater dan kita bisa melihat efek-efek dari kecanggihan teknologi yang ada pada film di bioskop, namun yang tidak masyarakat sadari ialah pementasan teater jauh lebih bagus dan layak ditonton dibandingkan dengan film di bioskop, mengapa?

            Kita akan membahas dulu apa itu drama atau sandiwara dan asal usulnya. Drama atau sandiwara ialah seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani dan ucapan kata-kata. Di zaman sekarang, sandiwara memakai dekor dan lain sebagainya, namun semua itu hanya unsur tambahan. Dengan laku dan ucapan kata-kata saja, sandiwara masih bisa dijelmakan. Sandiwara sendiri ternyata sudah ada sejak manusia masih primitif, sebelum mereka berburu, orang primitif biasanya berkumpul mengelilingi api unggun dan membuat tarian-tarian yang menirukan binatang buruan mereka. Seperti kijang, banteng dan lainnya. Sedangkan orang yang lain menirukan gerakan seperti orang yang sedang berburu. Orang yang berada di sekeliling tempat itu ternyata gembira melihat hal itu, dan lama-lama muncul pikiran untung mengiringi gerakan tadi dengan bunyi-bunyian yang berirama, sehingga gerakan mereka mendekati tarian. Kemudian timbul pemikiran lagi untuk mengenakan kulit binatang dan kepala di pemeran binatang. Lengkap dengan tanduk, cula, dan cakar-cakarnya. Dengan begitu, lahirlah tata pakaian yang pertama dalam sandiwara.

            Dalam peperangan antar suku juga menggunakan sandiwara seperti di atas. Bedanya, pemerannya memerankan musuh dan yang lain menjadi roh untuk membasmi musuh itu. Dalam hal ini, orang yang berperan menjadi roh menggunakan topeng untung menggambarkan dia adalah roh yang datang ke dunia. Dengan demikian lahirlah unsur topeng di dalam sandiwara.

            Orang primitif menganggap sandiwara berburu atau berperang tidak semata-mata hiburan belaka, melainkan sebagai upacara gaib yang mendatangkan kekuatan gaib pada sukunya. Terutama setelah dukun atau pawang mereka ikut campur untuk memberi "jalan cerita" yang lebih panjang dan berliku pada sandiwara merek. Bahkan mereka menambahkan rangkaian kata yang harus diucapkan oleh para pemain itu. Sehingga kemudian lahirlah unsur cerita dan dialog dalam sandiwara.

            Nah dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa pada zaman dahulu sudah terdapat pementasan teater atau drama, dan bahkan dulu pementasan itu bukan dianggap sebagai hiburan semata dan hal itu pun sama pada zaman sekarang, pementasan teater bukan hanya menghibur saja namun syarat makna pula. Tetapi mengapa masyarakat masih lebih tertarik pada film bioskop? Jawabannya mungkin kecanggihan teknologi yang belum ada dalam pementasan teater namun ada dalam pemutaran film. Dan mengapa pementasan teater lebih mahal dibandingkan dengan pemutaran film di bioskop? Karena teater itu mahal dengan proses. Dalam teater, kita bisa berproses paling sedikit 5 bulan untuk tampil mementaskan sebuah pementasan drama, dan dalam sebuah pementasan teater harus menyewa gedung pertunjukan pula, belum lagi artistik yang sedemikian rupa. Dalam hal artistik, teater koma memang sangat handal mengolah artistik, bahkan dalam panggung teater koma selalu memasukkan properti yang luar biasa maka dari itu harga tiket untuk menonton pertunjukkan teater koma dibilang mahal. Belum lagi musik dan alat musik yang dipergunakan. Pementasan teater tidak bisa dipisahkan dengan alunan musik untuk mempertegas suasana atau memainkan lagu pembuka dan lain sebagainya. Jadi, harga mungkin hanya untuk apresiasi saja bagi masyarakat untuk menghargai jerih payah para pegiat teater, terlebih lagi dalam sebuah pementasan teater jika aktor salah dalam adegan atau pun salah berdialog kita akan tetap melanjutkan dengan membuat improvisasi karena dalam pementasan tetaer tidak ada unsur cut seperti pada pemutaran film. Menurut saya, melihat pementasan teater akan lebih membuka dan meluaskan pandangan masyarakan sekitar tentang apa yang selama ini mereka lupakan. Lalu untuk pemutaran film sendiri, kadang ketika kita membaca sebuah novel dan itu diangkat ke layar lebar, sering kita kecewa karena banyak hal yang di dalam novel itu tidak di muat dalam film tersebut mungkin masalah durasi tapi menonton film akan mengurangi imajinasi kita dibandingkan membaca novel. Mungkin akan lebih baik jika masyarakat mengubah pandangan mereka tentang pementasan teater dan memiliki minat untuk melihat pementasan teater.

Despian Nur Hidayat

0 komentar:

Posting Komentar

Contact

Talk to us

Badan Penyelenggara Radio Siaran Educational Radio

Address:

Universitas Negeri JakartaGedung G Lantai 1 Ruang 101

Work Time:

Monday - Friday from 8am to 8pm

Phone:

0899-2107-7878