Senin, 15 Januari 2018
Pemilihan
Umum (Pemilu) yang sedang berlangsung mulai dari tanggal 28 Desember - 12
Januari 2017 yang bertujuan untuk mencari calon General Manager (GM) BPRS ERAFM UNJ yang baru.
Ada 4 kandidat calon GM periode 2018-2019 yang sudah mencalonkan dirinya, yaitu
Elpram Ilmawan, Dzulhieda Yusrania, Arya Firmansyah, dan Guntur Aulia. Acara ini
dipersiapkan dari pertengahan bulan Desember, panitia yang
terlibat yaitu crew ERAFM angkatan 16.
Acara ini diawali dengan
membuka OPREC GM, pemilu calon GM yang baru dari tanggal 28 desember sampai
dengan 12 Januari 2017. Pada tanggal 12 Januari pemilihan ditutup. Kegiatan dilanjutkan
dengan penghitungan suara pada hari Senin, 15 Januari 2017 di Sekretariat ERAFM
UNJ di Gedung G. Dalam penghitungan suara diperoleh suara unggul yaitu Guntur
Aulia. Dengan demikian, Guntur Aulia merupakan calon terpilih BPRS ERAFM UNJ
Periode 2018-2019. Calon terpilih akan
diresmikan pada Musyawarah Besar BPRS ERAFM UNJ Periode 2017-2018 pada tanggal
20-21 Januari 2017.
Lisa
Sabtu, 13 Januari 2018
Kabar
yang cukup menghebohkan bagi para Civitas Akademika UNJ mengenai akreditasi UNJ
yang turun menjadi B. Hal ini menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Diketahui
sebelumnya akreditasi Universitas Negeri Jakarta adalah “A” yang
ditetapkan oleh BAN-PT, berdasarkan Surat
Keputusan 763/SK/BAN-PT/Akred/PT/VII/2015 yang berlaku hingga 10 Juli
2020. Seharusnya akreditasi A tersebut masih berlaku, namun pada kenyataannya,
kampus kita tercinta telah diturunkan akreditasinya menjadi B. Hal ini pun
menjadi perbincangan sekaligus pertanyaan besar bagaimana bisa surat keputusan
yang harusnya berlaku sampai 2020 kini berbeda kenyataannya.
Sebenarnya
ada sebuah standar penilaian untuk menentukan akreditasi suatu perguruan
tinggi, adapun standar penilaian tersebut yaitu:
1. Jumlah
tenaga pengajar
2. Kurikulum
setiap program studi
3. Koordinasi
pelaksanaan pendidikan, termasuk fasilitasnya
4. Kondisi
Mahasiswa
5. Kesiapan
administrasi, kepegawaian, keuangan dan lain-lain.
Kini para Civitas Akademika UNJ patut
bersabar atas keputusan yang telah ditetapkan dan berharap semoga Universitas
Negeri Jakarta dapat menjadi lebih baik lagi.
Rizal Subekti
Jumat, 12 Januari 2018
Masih seputar rangkaian ERA FESTIVAL 2018, Broadcasting Seminar Vol. III bertemakan 'The Marvelous Broadcaster: The Adventure of A Fascinating Broadcaster'
telah berhasil diselenggarakan pada Rabu, 10 Januari 2018 di Aula Latief
Hendraningrat, Kampus A, Universitas Negeri Jakarta. Acara ini diikuti oleh
Civitas Akademika UNJ. Adapun fokus dari seminar ini adalah mengenai produser
dan announcer. Pembicaranya yaitu Aga
Gonzaga dan Shandy Lou yang merupakan ahli pada bidang nya masing-masing.
Antusias para peserta dapat dilihat dari aktifnya peserta dalam bertanya
seputar produser maupun announcer. Selain
seminar, dalam acara ini pula diumumkan pemenang dari kegiatan Spontaneous Announcing Competition yang
diselenggarakan satu hari sebelumnya. Acara ini diharapkan menjadi ajang branding dunia keradioan kampus kepada
para Civitas Akademika UNJ.
Ucha
Pada Selasa, 9 Januari 2018 telah dilaksanakan kegiatan Spontaneous Announcing Competition yang
diselenggarakan oleh BPRS ERAFM UNJ. Acara ini merupakan rangkaian dari ERA
FESTIVAL 2018. Sasaran dari kegiatan ini adalah Civitas Akademika UNJ dan juga
khalayak umum. Lomba ini diikuti oleh beberapa mahasiswa di UNJ dari berbagai
latar belakang prodi yang berbeda. Banyak peserta yang baru pertama kali
merasakan siaran dalam sebuah studio. Pada lomba ini, peserta diharuskan untuk
melakukan siaran dengan tema yang telah disiapkan panitia. Peserta hanya
memiliki waktu 3 menit untuk mencari informasi seputar tema. Setelah itu,
peserta diberikan waktu selama 7 menit untuk melakukan siaran dengan tema yang
telah diberikan. Tema yang baru diberikan saat akan tampil menjadi sebuah
tantangan tersendiri bagi peserta, mengingat waktu yang dimiliki cukup singkat.
Hal ini menuntut pengetahuan dan kreatifitas dari masing-masing peserta.
Pemenang dari lomba ini yaitu, untuk single DJ ada Rayhandika dan untuk Duo DJ
ada Amelia dan Yusman. Diharapkan acara ini menjadi ajang untuk menarik minat
Mahasiswa UNJ terhadap dunia keradioan khususnya radio kampus.
Andi Nurul
Kamis, 11 Januari 2018
Menyontek merupakan sesuatu yang
dianggap sebagai tindakan tidak terpuji serta mengkhianati karakter, terutama
kejujuran. Seperti apa yang diungkapkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Tim Pustaka Pheonix, 2009), menyontek berasal dari kata sontek yang berarti
melanggar, menocoh, menggocoh yang artinya mengutip tulisan, dan lain
sebagainya sebagaimana aslinya, menjiplak.
Kebiasaan menyontek hadir dikarenakan
berbagai faktor. Ada faktor dari dalam maupun dari luar. Faktor dari dalam
dapat disebabkan kurangnya kesadaran atas kejujuran, ketidakupayaan untuk
berusaha lebih, serta kurangnya rasa percaya diri dan yakin terhadap hasil
kerja pribadi. Faktor dari luar yakni lingkungan yang cenderung memiliki
paradigma bahwa seseorang akan lebih dihargai ketika memliki nilai yang tinggi
ketimbang proses itu sendiri. Kegiatan mencontek pun ditempuh dengan berbagai
cara. Hetherington dan Feldman (Anderman dan Murdock, 2007) mengelompokkan
empat bentuk perilaku menyontek, yaitu: Individualistic-opportunistic dapat
diartikan sebagai perilaku dimana siswa mengganti suatu jawaban ketika ujian
atau tes sedang berlangsung dengan menggunakan catatan ketika guru atau guru
keluar dari kelas. Independent- planned dapat diidentifikasi sebagai
menggunakan catatan ketika tes atau ujian berlangsung, atau membawa jawaban
yang telah lengkap atau telah dipersiapkan dengan menulisnya terlebih dahulu
sebelum ujian berlangsung. Socialactive yaitu perilaku menyontek dimana siswa
mengkopi, melihat atau meminta jawaban dari orang lain. Social-passive adalah
mengizinkan seseorang melihat atau mengkopi jawabannya.
Kebiasaan mencontek di kalangan pelajar
Indonesia bahkan dianggap sebagai hal yang lumrah saja. Terlebih mendekati
musim ujian sekolah ataupun Ujian Nasional. Kasus terbesar dalam pelaksanaan UN
2015 adalah bocornya naskah soal di internet. Dari hasil verifikasi kala itu,
ada 30 buklet dari 11.730 total buklet soal UN yang telah diunggah secara
ilegal. Kejadian tersebut lantas membuat Kementerian Pendidikan dan kebudayaan
(Kemdikbud) bertindak, yakni dengan berkoordinasi dengan Menkominfo untuk
memblokir tautan Google yang berisi naskah soal UN itu. Koordinasi via telefon
juga dilakukan dengan Google Inc dalam upaya pemblokiran. Hal tersebut
mengakibatkan kunci jawaban diobral sana sini seolah menjadi peluang bisnis
yang menjajikan. Padahal apabila ditelaah lagi secara logis, penjual kunci
jawaban pun tidak ketahui identitas serta kapabiltasnya dalam membuat kunji
jawaban. Mirisnya, pelajar atau pembeli kunci jawaban itu sendiri tidak
memusingkan hal semacam itu, asalkan kunci jawaban didapat dan selamat.
Selain maraknya jual beli kunci
jawaban, termyata pelaku kecurangan pun datang dari pihak sekolah itu sendiri,
terutama guru. Menurut data dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI),
terdapat tujuh jenis kecurangan yang terjadi di UN tahun ini. Data kecurangan
tersebut berdasarkan laporan atas pelaksanaan UN di Lampung, Pontianak, Medan,
Jakarta, Surabaya, dan Cikampek. Laporan yang masuk diperoleh dari pengaduan masyarakat
di pos pemantauan UN. Kecurangan tersebut diantaranya yaitu ada laporan
kecurangan sistemik di Lampung. Atas perintah kepala sekolah, guru memasuki
ruangan dan membantu siswa mengerjakan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).
Realitas yang demikian mirisnya seolah mencambuk pemikiran bahwa nilai-nilai
korupsi sudah tertanam sejak dini di kalangan masyarakat Indonesia, terutama
pelajar yang kelak menjadi penerus di masa yang akan datang. Kenyataan tersebut
kembali mencabik wajah pendidikan Indonesia yang gagal mengedepankan nilai
kejujuran dalam setiap lini kehidupan.
Dalam sebuah acara seminar di Universits
Tadulako, Ketua KPK Abraham Samad menyatakan “Menyontek saat ujian, berarti
tidak jujur, dan ini adalah cikal bakal dari kejahatan korupsi. Serta merupakan
intellectual corruption atau korupsi intelektual,” tegas Dr. Abraham Samad.
(Dikutip dari bcbrita.com). Karenanya, menyontek merupakan permasalahan yang
harus diatasi dimulai dari mencabut akar-akar ketidakjujuran itu sendiri.
Penanaman karakter kembali terutama penanaman nilai kejujuran di lingkungan
sekolah maupun sosial sangat dibutuhkan sedari dini agar pelajar memiliki
prinsip dan kesadaran akan hal tersebut. Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya dan adat istiadat. Saat ini, pendidikan karakter juga berarti
melakukan usaha sungguh-sungguh, sistematik, dan berkelanjutan untuk
membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia
bahwa tidak aka nada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan
karakter rakyat Indonesia. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih
baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, serta tanpa rasa percaya diri.
Pendidikan karakter didasarkan pada enam nilai-nilai etis bahwa setiap orang
dapat menyetujui nilai-nilai yang tidak mengandung politis, religious, atau
bias budaya. Salah satunya adalah Trustworthiness (Kejujuran) yang merupakan
pilar paling utama, yakni jujur, jangan menipu, menjiplak atau mencuri, jadilah
handal melakukan apa yang dikatakan akan dilakukan, melakukan hal yang benar,
bangun reputasi yang baik, patuh, berdiri dengan keluarga , teman, dan negara.
(Sistem Pendidikan Nasional). Thomas Lickona dalam bukui terkenalnya,
“Educating for Character” (1991) menyimpulkan, pendidikan karakter adalah usaha
sengaja untuk menolong peserta didik agar memahami, peduli akan, dan bertindak
atas dasar inti nilai-nilai etis. Dalam hal ini, guru dan orang tua memainkan
peran yang sangat vital. Guru sebagai pendidik memiliki tugas yang berat dalam
upaya mengatasi kebiasaan mencontek di kalangan pelajar. Salah satu upaya yang
bisa dilakukan oleh guru ialah memberikan motivasi pada siswa yang mencontek pada
saat ujian agar siswa dapat bersikap jujur dalam menghadapi ujian dan
menanamkan rasa percaya diri pada setiap siswa.
Penanaman nilai kejujuran bukan hanya
tanggung jawab pemangku pendidikan di sekolah semata. Lebih dari itu, orang tua
dan lingkungan yang merupakan stakeholder juga turut menyumbang pendididikan
karakter, dimana karakter adalah sesuatu yang melekat dan terbentuk sedari dini
mungkin. Oleh karena itu, penanaman nilai kejujuran kepada anak sedini mungkin
merupakan hal yang penting dilakukan demi mengurangi kebiasaan menyontek di
Indonesia. Seperti halnya sebuah ungkapan bahwa “Anak-anak berjumlah hanya
sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa depan.”
Purwo Besari
Manajemen Pendidikan 2015