Minggu, 01 Juli 2018
Hola Edufriend! Kali ini kita
bakal ngebahas salah satu prodi yang lokasi perkuliahannya bukan di kampus
pusat alias Kampus A. Prodi apatuh? Petunjuknya nih yaa, prodi ini salah satu
bagian dari Fakultas Ilmu Pendidikan dan ada hubungannya dengan anak-anak. Sooo, udah pada tau pasti ya kalo
jawabannya yaitu Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar atau yang lebih dikenal
PGSD. Buat yang belum tau, perkuliahan mahasiswa PGSD hampir semuanya dilakukan
di Kampus E yang berlokasi di Setiabudi, Jakarta Selatan. Letaknya persis di
samping SMA Negeri 3 Teladan Setiabudi.
Apa aja sih yang dipelajari di
prodi ini? Yuk kita bahas!
Mata kuliah yang dipelajari
mahasiswa program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar ada banyak dan gak
monoton loh. Gak cuma belajar mata pelajaran anak sekolah dasar doang, tapi tuh
hampir semua mata kuliah se-univ alias se-UNJ. Kok bisa sih? Jadi, anak PGSD
juga mempelajari sastra, psikologi anak, seni tari, seni rupa, seni musik,
komunikasi beserta kawan-kawannya.
“Rasanya seneng, rasanya kayak lo
belajar materi prodi lain” kata salah satu mahasiswi PGSD angkatan 2016 saat
ditanya perasaannya jadi bagian dari prodi PGSD.
Di tingkat atas, bakal ada
peminatan buat mahasiswa PGSD nih. Ini tujuannya untuk memfokuskan mahasiswa ke
mata kuliah yang diminati ataupun dianjurkan. Jadi kayak spesialis gitu kurang
lebihnya.
Hal-hal seru juga sering dilakuin
anak PGSD , misalnya mereka diajak menari kayak anak kecil biar gak kaku terus
pernah juga nyanyi lagu yang belum familiar di telinga mereka. Ohiya, ada hal
seru lainnya nih. Pas semester lalu, angkatan 2016 menari di peresmian panggung
PGSD menggunakan tarian yang dibuat sendiri dan hal ini juga sekaligus untuk
memenuhi nilai UAS mata kuliah Seni Musik.
Sayangnya, kalau ada event
non-akademik dari PGSD tuh yang datang biasanya anak PGSD juga. Jadi yaa Cuma
dikit tamu yang datang. Info yang ada di Kampus A juga juga suka terlambat
diketahui oleh penghuni Kampus E.
Dosen-dosen di prodi ini mostly pada asik-asik kok, masalah nilai
juga gausah ditanya lagi. Salah satu dosen favorit anak PGSD tuh Pak Waluyo.
Beliau dosen seni musik yang asik dan lucu banget, pokoknya kalau sama beliau
jadi gak kerasa belajarnya. Kemudian juga ada dosen Psikologi Pendidikan yang
favorit juga nih, namanya Ibu Evita Adnan. Gak cuma presentasi doang, tapi
bener-bener dijelasin sampe paham.
Kegiatan perkuliahan di Kampus E
ini hampir mirip sama Kampus A. Sering juga ada rebutan kelas karena
keterbatasan ruangan. Sistem tag kelas
ini menganut yang-duluan-dateng-yang-dapet dan biasanya minta kuncinya ke Office Boy atau OB karena beliau yang
memegang kuncinya. Tapi kalo udah ada yang udah biasa jadwal disitu mah gak
bisa diganggu gugat ya nanti dosennya marah.
Buat Mata Kuliah Umum atau MKU,
anak PGSD tetep ngelakuin kegiatan perkuliahan di Kampus A. tapi Mata Kuliah
Dasar Kependidikan atau MKDK tuh di kampus sendiri. Tetapi untuk perkuliahan di
Kampus A, terkadang mahasiswa bikin kesepakatan kepada dosen juga sih
semisalnya ada dosen yang lebih banyak kegiatan di Kampus A maka akan
disesuaikan.
Untuk fasilitas penunjang
perkuliahan di Kampus E,bisa dibilang cukup lengkap. Ada dua air conditioner setiap kelas yang
berfungsi dengan baik dan komputer yang bisa dibilang jarang dipakai. Bisa juga
memakai proyektor portable dari TU. Dikarenakan gedung Kampus E ini sudah
dibangun sejak 1950-an dan menjadi cagar budaya, banyak fasilitas yang masih
asli. Tangganya masih terbuat dari kayu dan mengeluarkan bunyi saat diinjak.
Lapangan parkirnya cukup luas, terdapat dua lapangan untuk parkir motor dan
satu untuk parkir mobil. Untuk beribadah juga tedapat MAF alias Musholla
Al-Fatah yang selalu digunakan mahasiswa dan dosen.
Problematika anak PGSD tuh,
karena dikelilingi sama banyak kantor, harga jajanan beserta fotokopi dan
kawan-kawannya ngikutin harga kantoran. Kebayang dong harga kantoran seberapa,
cukup mahal pokoknya. Jajanan anak PGSD di Kampus E tuh gak bisa sevariatif
kalo lagi di Kampus A karena mahal nih Edufriend. Kemudian, PGSD juga mempunyai
aturan seragamnya sendiri nih. Ini juga bisa dibilang salah satu problematika
juga sih ya abisnya hal ini menimbulkan pro dan kontra tersendiri. Pro karena
gak usah mikirin besok harinya pakai baju apaan dan kontra karena ngebuat
kurang bebas kalo mau main yaa jadi gak bisa eksis intinya kalo mau langsung main. Gini nih aturan seragamnya:
Senin pakai baju hijau telur asin, Selasa pakai batik PGSD, Rabu pakai seragam
pramuka, Kamis pakai batik bebas, dan di hari Jumat baru boleh pakaian bebas.
Eitsss tapi juga harus diinget ya kalo di prodi PGSD gak boleh pake celana
berbahan jeans ya jadi wajib bahan.
Gelar yang didapat lulusan dari
Pendidikan Guru Sekolah Dasar sudah pasti S.Pd. Walaupun begitu, lulusannya
bisa dapat perkerjaan yang bergengsi loh. Misatnya tenaga pendidik, peneliti
pemula, atau praktisi pendidikan. Kalo punya skill tambahan juga bisa loh
misalnya kerja di kantor seperti bank dan sejenisnya. Prestasi mahasiswa/I PGSD
banyak juga loh, gak kalah saing pokoknya sama prodi lain.
Widya Arumdwita Rahayu
Minggu, 17 Juni 2018
Kelompok
Mahasiswa Peminat Fotografi (KMPF) UNJ menyelenggarakan pameran foto-foto hasil
karya angkatan 37 di Lobi IDB 2 Gd. Dewi Sartika UNJ pada tanggal 6—8 Juni
2018. Pameran ini sudah dikunjungi lebih dari 200 orang. Karya-karya yang
dipamerkan berjumlah 29 foto dan merupakan karya orosinal dari anggota baru
KMPF. Pameran ini merupakan syarat untuk mendapatkan PDH (Pakaian Dinas Harian)
bagi anggota baru KMPF. Tema yang diangkat pada pameran tahun ini adalah “Seri
Muka”.
“Tema ini
memiliki arti, yaitu seri adalah rangkaian dan muka adalah wajah, jadi rangkaian
wajah memiliki banyak ekspresi. Nah ekspresi itu lahir dari sebuah perasaan. Disini
para pameris memvisualkan perasaan masing-masing. Perasaan selama menjadi CAB (calon anggota
baru) sampai menjadi anggota.” Menurut
Irfan (ketua pelaksana pameran).
Tujuan
diadakannya pameran ini adalah memvisualkan perasaan anggota baru KMPF kedalam
bentuk karya foto kepada seluruh civitas UNJ dan meningkatkan semangat berkarya
pada anggota.
“Untuk
persiapannya sendiri dilaksanakan sejak bulan April 2018 dengan tahapan mencari
SC pameran, penentuan tema, mencari
kurator, melakukan kurasi, dan foto yang lolos kurasi akan diangkat di
pameran.” Ujar Irfan.
Rista
Setiami
Sabtu, 9 Juni 2018, salah satu Unit
Kegiatan Mahasiswa Gedung G, Universitas Negeri Jakarta yaitu KMHB (Keluarga
Mahasiswa Hindu Buddha) UNJ mengadakan seminar yang sangat tidak biasa yaitu
Seminar Lintas Agama. Bertempat di Gedung Ki Hajar Dewantara, Lantai 9,
Universitas Negeri Jakarta. Seminar ini dibuka untuk mahasiswa UNJ dan umum,
baik yang termasuk generasi Y dan Z maupun orang tua. Tak ayal, dengan tema
yang diusung yaitu Pandangan Agama tentang Media Sosial yang Mempengaruhi
Kebiasaan Generasi Millenial membuat seminar ini mempunyai daya tariknya
sendiri. Hal ini terbukti dari antusiasme peserta yang mendaftar secara online
maupun offline.
Beberapa peserta yang ditemui menaruh
ekspetasi tinggi mengingat baru pertama kali mengikuti seminar yang
menghadirkan pembicara dari kelima agama yang ada di Indonesia. Sementara
beberapa peserta lain mangaku penasaran dengan kemasan Seminar Lintas Agama,
apakah di dalamnya akan terjadi pro atau kontra pada setiap pandangan agama
atau malah sebaliknya akan menjadi sebuah diskusi yang menarik.
Seminar dibuka dengan sambutan dari
berbagai pihak, penampilan tari dari UKM UNJ, dan dimoderatori oleh Adica
Wirawan, S.S. selaku Pekerja Millenials dan Alumni KMHB. Seminar dikemas dengan
mempersilahkan setiap pembicara memaparkan tema sesuai dengan pandangan agama
yang dianut. Dimulai dari pandangan agama Konghucu, Kristen, Buddha, Hindu, dan
yang terakhir pandangan dari agama Islam. Setiap pembicara diberikan waktu
selama 20 menit. Dari setiap pemaparan, selalu ditekankan oleh pembicara bahwa
memang untuk ajaran universal semua agama itu sama. Namun, dalam memandang
suatu kasus setiap agama mempunyai nilai-nilai ajaran yang dipegang sendiri.
Dari pandangan agama Konghucu dipaparkan
oleh Drs. Uung Sendana, SH selaku Ketua Umum MATAKIN. Menurut Pak Uung, media
sosial adalah suatu niscaya dari hukum perubahan. Tiada yang tetap pada hukum
perubahan. Media sosial oke, tetapi harus dibatasi dengan sikap tengah dan harmonis.
Dari pandangan agama Kristen dipaparkan
oleh Pdt. Manuel E. Ralntung, S.SI, MM. selaku Ketua Umum PGI DKI Jakarta.
Menurut Pak Pendeta Manuel, aktualisasi diri menjadi suatu kebutuhan karena
keinginan tersebut menjadikan kita eksis dan narsis. Namun, yang tidak baik apabila
aktualisasi yang kebablasan, karena menjadikan kita berpusat pada diri
sendiri bukan Tuhan. Jika kita ingin meng-upload foto ke Medsos,
pilihlah foto yang memperlihatkan kemuliaan hidup dan keindahan bersama dengan
Tuhan.
Dari pandangan agama Buddha dipaparkan oleh
Drs. Suherman Widjaja, MBus. Acc. Fin selaku Direktur BVDI Universitas Prasetiya
Mulya dan President AMA Indonesia, Jakarta. Menurut Pak Suherman, kita mesti
menyadari dan memahami yang tinggal di dunia ini bukan hanya kita saja, tetapi
banyak yang lain. Setiap orang mempunyai pemahaman yang berbeda dalam memandang
suatu fenomena, salah satu bahasannya tentang Media Sosial. Dari nilai-nilai
yang ada di ajaran Buddha, kita bisa ambil satu nilai untuk melihat persoalan
tentang Media Sosial yaitu Panna (wisdom) atau kebijaksanaan.
Nilai kebijaksanaan bisa muncul jika kita update berbagai pengetahuan. Pengetahuan
selain ada sisi positif, ada sisi negatifnya juga. Karena segala sesuatu tidak
kekal, maka perubahan dan perbedaan ambil sisi positifnya tanpa terganggu pada
pengaruh sisi negatif.
Dari pandangan agama Hindu dipaparkan
oleh I Wayan Kantun Mandara, S.Ag., M.Fil.H selaku Ketua PHDI Jakarta Pusat.
Menurut Pak Wayan, di dalam agama Hindu mengenai agama dan Media Sosial berjalan
dengan sejajar. Maka dari itu, kita belajar mengelola pikiran bijaksana untuk
media sosial itu sendiri. Ajaran cinta kasih dan toleransi itu diterapkan agar tercipta kedamaian di dunia serba teknologi ini.
Lalu yang terakhir, pemaparan dari
pandangan agama Islam oleh Dr. Mulawarman Hannase, LC., MA.Hum selaku
Sekretaris NU Jakarta, menurutnya kita ini sedang memasuki peklik netizen
dimana ada sisi positif dan negatif. Media Sosial seharusnya menjadi media penyebar
informasi. Di dalam Islam, penyebaran di Media Sosial ada 3 informasi yang baik
yaitu menyebar dengan penuh hikmah, memberikan nasehat, dan mengajak dialog yang
baik. Untuk beretika di Media Sosial, sedekat atau sekenal apapun kita dengan
orang lain, tetap gunakanlah bahasa yang layak.
Selepas diadakannya acara Seminar Lintas
Agama ini, panitia pelaksana mempunyai harapan kepada peserta yang datang ke
acara ini untuk selalu menggunakan media sosial dengan bijak, bertanggungjawab
dan tidak melupakan ajaran-ajaran agama. Jadi, saat ingin men-share
sesuatu yang bersifat hoax harus berpikir dengan panjang, diingat juga
aturan-aturan agama, karena menyebarkan berita hoax tidaklah sesuai
dengan ajaran di agama manapun.
Vidya Siti Wulandari
Program Studi Bahasa Indonesia, Universitas Negeri Jakarta menyelenggarakan
kegiatan seminar keterampilan berbicara di Aula Maftuchah Yusuf UNJ (05/06/2018).
Kegaiatan ini diberi nama Eksofora yang merupakan ujian terbuka mahasiswa pada
mata kuliah berbicara interaktif prodi tersebut. Bentuk ujiannya dikemas dalam
suatu acara seminar agar dapat dinikmati khalayak umum.
Tema
kegiatan acara ini adalah “Terapkan Jati Diri di Zaman Milenial dengan Terampil
Berbicara”. Menurut Fahmi Basya sebagai ketua pelaksana, tema ini diangakat
karena eksistensi seseorang tidak dapat dilepaskan dari keterampilan berbicara,
jadi keterampilan berbicara dapat menunjukkan jati diri seseorang.
Dalam
acara ini diundang pula Maman Suherman atau biasa disapa Kang Maman, Pegiat
Literasi, Presenter acara Kompas TV, Jurnalis kelompok Kompas Gramedia, Notulen
dalam acara Indonesia Lawak Klub di Trans7, dan Penulis Buku BAPAKKU INDONESIA
& BHINNEKA TUNGGAL CINTA. Menurut beliau, alasan
bersedia untuk menjadi pembicara acara ini adalah kampus tidak lagi boleh
menjadi menara gading yang hanya mengajarkan ilmu, mengajarkan hal-hal yang
sifatnya teoritis, tapi juga harus dipadukan dengan keterampilan praktis.
“Apa yang dilakukan pada Eksofora hari ini merupakan bagian dari
perwujudan apa yang saya ingingkan. Bagaimana mahasiswa tidak hanya mendapat
ilmu dari buku, namun juga mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari yang
diberikan oleh ahli atau orang berpengalaman.Jadi acara seperti inilah yang
sebenarnya dibutuhkan mahasiswa sehingga perguruan tinggi tidak hanya menjadi
menara gading, namun juga menara air.”
Beliau juga menambahkan bahwa generasi sekarang ini dikenal sebagai
generasi menunduk, yaitu generasi yang sangat individual sehingga perlu adanya
jembatan sosialisasi melalui komunikasi dua arah. Pesan yang ingin disampaikan
beliau dalam acara ini adalah berbicara yang baik atau diam, tentunya jika
ingin berbicara yang baik haruslah banyak membaca.
Rista Setiami
Jumat, 08 Juni 2018
Auditorium Sertifikasi
Guru Lt. 9, Universitas Negeri Jakarta (22 Mei 2018). Pekan Jurnalstik yang
dilakukan selama 2 hari. Hari pertama dimulai dengan 2 sesi, dari jam
08.00-17.00 WIB. Di seminar jurnalistik ini sangat cocok bagi kalian yang suka
dan kepo banget sama dunia
jurnalistik. Disini Edufriend akan diberitahu
mengenai seluruh kegiatan yang terlibat dalam penjurnalistikan. Dimulai dari
sejarah jurnalistik, bagaimana kita menulis dengan baik, informasi yang baik
dan benar untuk diambil, sampai kode
etik ketika kita akan menulis dan memposting tulisan kita ke media sosial.
Di sesi ke 2, Bapak
Sasmito (Ketua Federasi bSerikat Media Independen) akan mempresentasikan dan
memberitahu mengenaI dunia jurnalistik, kalian akan disuguhkan dengan Sejarah
Jurnalistik, dengan contoh dan kisah-kisah wartawan yang sudah marak
dibicarakan, plus minus yang akan
terjadi kalau kita bercita-cita sebagai jurnalis, sampai peristiwa-peristiwa
yang akan terjadi apabila menjadi seorang jurnalis,
So..Tunggu apalagi
Edufriend..menarik banget bukan pembahasannya??,,Jadi, bagi Edufriend yang mau
banget bahkan memiliki
ambisi untuk menjadi seorang jurnalis, Edufriend tidak perlu
khawatir karena masih ada
Seminar Pekan Jurnalistik tahun depan, sampai jumpa tahun depan yaaaa.
Zahra Verona Putri.